Menu
Lets Bright Together!

UPAYA PEMIDANAAN PELAKU NIKAH SIRRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Oleh: MISWANTO (Aktifis Hukum Islam)

Dalam pandangan agama, nikah sirri atau pernikahan yang tidak tercatat dalam catatan sipil adalah sah adanya selama terpenuhi syarat dan rukunya, namun seiring dengan perjalanan kehidupan umat manusia, pernikahan sirri ini justru mendatangkan permasalahan baru dalam kehidupan rumah tangga, mulai dari terabaikanya hak-hak istri hingga status perwalian dan hak waris anak (pernikahan sirri) di mata hukum positif. Sampai muncullah ide pemidanaan terhadap pelaku pernikahan sirri, di mana ide tersebut memunculkan kontroversi baru dalam khazanah hukum pernikahan. Berangkat dari sini maka penulis mengambil konsentrasi penelitian tentang persfektif hukum Islam terhadap upaya pemidanaan pelaku nikah sirri.

Penelitian ini diharapkan mampu menghadirkan paradigma baru dalam khazanah keilmuan hukum Islam dan memberikan sumbangsih pemikiran yang mampu memberikan solusi atas kontroversi yang ada, serta mampu melahirkan teori-teori baru dalam khazanah keilmuan dalam bidang hukum Islam. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan memahami bagaimana pandangan hukum Islam terhadap upaya pemidanaan pelaku nikah sirri, hingga dengan pemahaman tersebut kita mampu mengambil keputusan secara obyektif dalam permasalahan pernikahan sirri.

Adapun metodologi penelitian ini dilakukan dengan teknik-teknik mengumpulkan data kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan seputar pernikahan sirri, menginventarisir informasi yang berhubungan dengan masalah tersebut kemudian menganalisa semua data dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah yakni Content Analysis.

Berdasarkan analisa data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengaturan ancaman pemidanaan terhadap pelaku nikah sirri itu dimaksudkan untuk melindungi hak semua pihak yang terkait dengan pernikahan sirri, oleh karena itu dalam pandangan hukum negara pemidanaan tersebut diperbolehkan untuk menjamin hak-hak suami istri dan anak. Sedangkan dalam pandangan hukum agama terjadi khilafiyah perbedaan pandangan) di kalangan ahli fikih yang masing masing memiliki cara dan sudut pandang yang berbeda satu sama lainya, dalam hal ini penulis lebih sepakat dengan mereka yang berpandangan membolehkanya.

Berdasarkan uraian dalam pembahasan dan analisa terhadap Pemidanaan Nikah Sirri dalam Hukum Islam dan Hukum Negara, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Dari perspektif tujuan hukum, pada dasarnya pengaturan ancaman pemidanaan praktik nikah sirri adalah untuk menjamin dan melindungi semua pihak yang terkait dengan pernikahan tersebut. Oleh sebab itu maka dalam hukum Negara Pemidanaan diperbolehkan untuk menjamin hak-hak suami istri.
  2. Sedangkan dalam hukum Islam, pemidanaan terhadap pelaku nikah sirri terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, Imam Malik memandang pernikahan sirri harus di-fasakh (dibatalkan / digugurkan), pendapat Imam Malik ini penulis fahami sebagai legalitas dari seorang Ulama terhadap upaya pemidanaan terhadap pelaku nikah sirri. Sementara ulama yang lain seperti Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hanbali, Ibnul Mundzir berpendapat pernikahan sirri jika ke-sirrianya adalah karena tidak lengkapnya saksi maka harus di-fasakh, namun jika yang dimaksud sirri hanya sekedar tidak mengadakan pengumuman (i’lan / walimah) dan pendataan / pencatatan sipil maka pernikahan tersebut sah dan tidak bisa di-fasakh. Melihat tujuan upaya pemidanaan terhadap pelaku nikah sirri maka penulis lebih sepakat pada pendapat pertama, dalam upaya memberikan perlindungan dan hak kepada semua pihak terkait dengan nikah sirri.

Supaya Rancangan Undang-undang Hukum Materiil Peradilan Agama (RUU HMPA) berlaku secara efektif penegak hukum harus mensosialisasikan ke masyarakat karena masih banyak masyarakat yang tidak setuju dengan pemidanaan nikah siri dan menganggap mendiskriminasi bagi masyarakat yang beragama Islam.