Macam-Macam Perkawinan dalam Adat Lampung
Macam-macam perkawinan dalam adat lampung yaitu:
a. Sebambangan
Sebambangan adalah suatu proses yang terjadi antara seorang Muli (gadis) dengan seorang Meranai (bujang) yang pergi bersama-sama dari rumah orang tua gadis (Muli) ke rumah orang tua bujang (Meranai) atau ke rumah sanak saudara atau kerabat dari pihak keluarga bujang, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap dapat menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan biaya cukup banyak. Berdasarkan penjelasan diatas maka sebambangan dapat dipahami sebagai perbuatan melarikan gadis, yang bertujuan untuk di kuasai atau dijadikan sebagai istrinya/calon istrinya. Sebambangan merupakan kebiasaan yang lahir dan hidup dalam masyarakat adat. Akan tetapi yang lazim dipandang sebagai perbuatan sebambangan adalah perbuatan yang dilakukan oleh bujang (meghanai) melarikan gadis (mulei).
b. Ippun(pakat tuho)
Ippun merupakan musyawarah mufakat tua-tua untuk menyerahkan DAU seperti Juadah, wajik, tanda tunangan dan lainnya diketahui oleh penyimbang dilaksanakan malam hari, memakai punggawo 7-12-24, bila rakyat punggawo cukup, makai kawai tuho, serto kedago 1 (satu). Berdasarkan penjelasan di atasIppun (pakat tuho) dapat di pahami sebagai perbuatan yang dilakukan oleh orangtua kedua belah pihak untuk “ngeranghai”, “nyinghek”, (mengikatkan) anaknya ke jenjang yang lebih serius, karena kedua anak belah pihak sudah lama berpacaran dan saling mengenal. Dalam hal ini pihak keluarga bujang secara terang-terangan dan langsung datang ke rumah pihak gadis untuk bermusyawarah melalui tokoh adat (penyimbang) masing-masing guna kelangsungan kedua anaknya.
Biasanya keluarga pihak bujang datang ke rumah pihak gadis yang sudah di musyawarahkan keluarga kedua belah pihak dengan tenggang waktu yang sudah ditentukan. Kemudian keluarga pihak bujang membawa seperangkat alat sepejeneng (perlengkapan) ada yang lunik (kecil) dan ada yang balak(besar) untuk istri/calon istri, si lunik seperti: yawan (nampan), wajik (wajik), dudul (dodol), gulo (gula), kelapo (kelapa). Sedangkan si balak (besar) seperti: kawai celano (baju, celana), annuk (handuk), sepatew (sepatu),kupur (bedak), lipen (lipstik), minyak ngauum (parfum), dikarenakan wat kehago (ada mau/ tujuan) tertentu.
c. Ngakuk Majew
Ngakuk Majew adalah pengambilan calon istri (gadis) dari rumah gadis dengan meninggalkan surat dan tanda barang/duit tanno/tengepik, yang kemudian gadis dibawa ke rumah bujang. Dalam hal ini si gadis tidak boleh atau tidak bisa pulang lagi, mengenai barang atau duit sebagai tanda tersebut dapat diambil kembali, apabila perundingan antara orangtua kedua belah pihak rasan tuho telah selesai. Dalam hal ngakuk majew ini, gadis dan bujang tidak bisa tunangan melainkan mereka harus langsung menikah. Adapun status adatnya si gadis itu di ibaldan masalah pembicaraan adatnya dilaksanakan pada waktu pesta pernikahan.
Ibal adalah pihak gadis mengikuti apa yang menjadi keputusan pihak bujang. dalam ibal ini tidak ada pertunangan atau tidak boleh tunangan harus langsung melakukan perkawinan. dalam hal ini apabila proses pembicaraan adat telah selesai maka gadis bisa pulang kembali kerumah orangtuanya dengan catatan harus siap-siap melangsungkan perkawinan.
Bentuk ngibal ini ada 2 macam yaitu :
1. Ngibal Biasa
Dalam Ngibal biasa ini gadis diambil untuk masuk ke adat bujang, bisa cerai dan harta permintaan Penyimbang sesepuh atau harta pengibalan dapat dibawa pulang lagi.
2. Ngibal Jujur
Dalam hal ini tidak boleh cerai, apabila suaminya meninggal dunia dia harus menikah dengan saudara-saudara suaminya atau dinikahi oleh saudara-saudara suaminya yang lain.
d. Bumbang ajei
Bumbang ajei merupakan bentuk perkawinan yang didahului dengan pertunangan. jangka waktu pertunangan tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak.Dalam upacara perkawinan masyarakat lampung mengenal istilah bumbang ajei yang merupakan tatanan adat perkawinan masyarakat lampung pepadun. dasar memilih jenjang perkawinan ini karena dasar utamanya adalah kesepakatan dari pihak gadis yang akan dinikahi oleh pihak bujang secara terang kepada orangtuanya namun bentuk bumbang ajei hanya dapat dilaksanakan apabila permintaan dari pihak wanita disanggupi oleh pihak keluarga laki laki.
Berdasarkan Penjelasan diatas dapat di pahami bahwa Bumbang ajei adalah apabila perundingan antara bujang dan gadis telah ada kesepakatan selesai, maka kedua orangtuanya kemudian berunding. Setelah selesai, bujang (meghanai) dan keluarga beserta bujang-gadis (mulei) datang menjemput si gadis dari rumah orangtuanya untuk diperistri, kemudian keluarga gadis beserta bujang-gadis dari pihak gadis mengantarkan sampai dikediaman si bujang dengan diiringi tetabuhan.