Menu
Lets Bright Together!

Kearifan Masyarakat Lampung Melalui Uang Jujur

Dalam sistem perkawinan masyarakat lampung Saibathin yang mana menganut garis keturunan  Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu: Sitem Perkawinan Nyakak atau Matudau dan Sistem Perkawinan Cambokh Sumbay. Dalam hal ini akan di bahas mengenai Sistem Perkawinan Nyakak atau Matudau yang di mana terdapat dua cara yaitu:

Cara Sabambangan : Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis di tempat sibujang dinaikan ke rumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya nyakak atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di kelaurga mereka dengan tujuan untuk dipersunting oleh salah satu bujang anggota mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan (Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau Ngebekhi Tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu.

Cara Tekahang (Sakicik Betik) : cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarga bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan tempat pernikahan uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya penjemputan, kapan di jemput dan lain-lain. Semua itu berhubungan dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah sampai di tempat sibujang, pengantin putri dinaikan ke rumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ke tempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhi tahu tidak ada, yang penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin pria adalah :

1.    Mengeluarkan uang jujur (Bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
2.  Pengantin membayar kontan maskawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang. Keluarga pihak pria membayar uang penggalang sila kepada kelompok adat si gadis.
3.  Mengeluarkan Jajulang/Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh, Bukha Katil Gukhu Ngaji, dan Katil Kuakha. Tetapi karena sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup satu.
4.    Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.

Memberi gelar/Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok. Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.

Dari uraian di atas dapat kita ambil istilah Djujor dalam sistem perkawinan masyarakat lampung. Djujor adalah dimana si gadis diambil oleh bujang untuk menjadi istrinya, maka si bujang dan keluarganya harus menyerahkan/membayar uang adat kepada ahli si gadis berdasarkan permintaan dari ahli keluarga si gadis. Sedangkan permintaaan si gadis kepada si bujang disebut Kiluan. Kiluan juga harus dibayar/dipenuhi oleh si bujang. Kiluan menjadi hak si gadis.

Dalam perkawinan djujor dikenal juga istilah Mentudau dan bila ini terjadi berarti si gadis akan meninggalkan keluarganya dan tidak akan mendapat warisan dari keluarga si gadis baik gelar/adok dan juga harta. Selanjutnya si gadis akan diantar oleh sanak keluarganya menuju rumah suaminya dan sepenuhnya akan menegakkan rumah tangga dan keluarga pihak suami. Biasanya gadis yang mentudau ini akan berangkat kerumah suaminya dengan membawa keperluan rumah tangga yang cukup dimana barang-barang bawaan si gadis ini dinamakan  Benatok, terhadap barang Benatok hak dan kekuasaannya tetap pada si istri dan si suami tidak berhak atas Benatok tersebut.

Dalam sistem perkawinan Masyarakat Lampung adanya istilah Djujor dan Uang Jujur. Setelah melakukan Djujor maka pihak si bujang salah satunya wajib memberikan uang jujur kepada pihak si gadis. Pada umumnya acara pernikahan masyarakat Lampung sangat mewah. Biasanya pesta diadakan tujuh hari tujuh malam dengan beberapa prosesi yang dilaluinya. Pihak si bujang pun biasanya memberikan/membawa beberapa barang yang jika dijumlahkan dalam rupiah akan sangat banyak sekali totalnya. Bahkan ada yang menyebutkan setara dengan sembilan ekor sapi harganya, atau mencapai ratusan juta rupiah.

Hal ini menimbulkan persepsi negatif terhadap gadis-gadis Lampung secara umum. Banyak orang-orang di luar masyarakat Lampung berfikiran bahwa jika akan menikahi wanita Lampung haruslah bermodalkan rupiah yang banyak. Semua itu dikarenakan adat Lampung yang mengharuskan seperti itu. Padahal jika di pahami secara seksama justru itu merupakan kearifan yang ada pada masyarakat Lampung.

Pada umumnya gadis-gadis lampung yang telah menikah akan lebih setia terhadap pasangannya. Dari beberapa pengamatan, jarang sekali gadis Lampung yang sudah dinikahi meminta cerai atau dalam istilah Islamnya Khuluk.

Khuluk yang dibenarkan oleh islam,berasal dari kata ”khala’astauba”خلع الثوب”yang berarti menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian laki-laki,dan laki-laki sebagai pakaian perempuan.sebagaimana firman Allah SWT: هن لباس لكم وأنتم لبا س لهن(البقرة:187) artinya;mereka itu adalah pakaian bagi kamu,dan kamupun adalahpakaian bagi mereka(s.al-baqarah[2]123)

Sedang khulu’ menurut terminology adalah permintaan cerai yang diajukan oleh istri terhadap suami dengan memberikan ganti rugi sebagai tebusan, yakni istri memisahkan dirinya dari suaminya dangan memberikan ganti rugi kepadanya.

Ganti rugi di sini berarti mengembalikan semua seserahan yang pernah diberikan kepada pihak bujang kepada laki-laki. Di sinilah timbul kearifan dari adat yang dimiliki kasyarakat lampung. Banyak gadis-gadis lampung ketika sudah dinikahi mereka akan lebih setia terhadap pasangannya. Karena mereka beranggapan jika mereka meminta cerai maka mereka harus mengembalikan semua seserahan atau uang jujur yang pernah di beri oleh pihak laki laki.

Kompilasi antara agama islam dan adat masyarakat lampung sesungguhnya telah terjadi. Ketahanan rumah tangga akan terjaga ketika mereka takut jika akan melakukan khulu’. Tetapi banyak masyarakat yang berfikiran negatif terhadap gadis Lampung. Mereka berfikiran bahwa jika akan menikahi gadis lampung maka harus memiliki harta yang melimpah. Semua itu sesungguhnya jika di dasari atas rasa ikhlas hati dan tidak membebani, maka itu semua sebenarnya demi kebahagiannya pasangan keluarga mereka sendiri.