Menu
Lets Bright Together!

Internalisasi Kurikulum Pesantren Berbasis Keterampilan Menghafal Al-Qur’an

 Oleh : Saifudin Hidayattulaoh (Peneliti Pendidikan Islam)

Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam ajaran agama Islam. Di dalamnya terkumpul wahyu Illahi yang menjadi petunjuk, pegangan, dan pedoman hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Akan tetapi pada zaman sekarang kebanyakan orang tidak bisa membaca Al-Qur’an dan sedikit sekali orang yang mau menghafalkankannya. Berdasarkan masalah di atas yang menjadi rumusan masalah adalah 1). Bagaimana internalisasi kurikulum pesantren yang berbasis menghafal Al-Qur’an dan Prosedur menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren. 2). Bagaimana Metode santri dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren. 3). Faktor apa saja yang menjadi Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren.

Penelitian ini menggunakan metode induktif dan deduktif, dan mengumpulkan datanya dengan interview, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 1).Prosedur menghafal Al-Qur’an bagi santri di Pondok Pesantren: a). Sebelum subuh menghafal Al-Qur’an deresan sendirisendiri. b). Pagi pukul delapan setoran hafalan ke Ustadz sampai selesai. c). Sore habis ashar pengaulangan hafalan deresan diri-sendiri d). Habis magrib setoran ke Ustadz sampai selesai kecuali hari kamis habis magrib libur e). Sebelum menyetorkan hafalan ke Ustadz menyetorkan sesama teman-temannya dan ketika setoran ke ustad tiga orang terkadang dua orang 2). Metode menghafal Al-Qur’an bagi santri di Pondok Pesantren adalah: a). Metode, menghafal ayat-per-ayat dengan berulang-ulang sampai benar-benar lancar b). Dan hafalan disetorkan ketemannya sebelum disetorkan ke pembina hafalan.

Penulis menyarankan kepada bagi santri di Pondok Pesantren, lebih meningkatkan hafalannya secara “istiqomah” terus menerus agar hafalan itu tersimpan dan terpatri dalam memori akal, pikiran, selalu mengikuti segala aktivitas yang ada di pondok pesantren supaya dapat menghatamkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dengan baik dan lancar dalam waktu 3 tahun.

“Kata “menghafal” berasal dari kata “hafal” yang memiliki dua arti : (1) telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran), dan (2) dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Adapun arti “menghafal” adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat”.[1]

Sedangkan menurut sebagian besar ulama, kata  “Al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan”.[2] Adapun menurut kalangan pakar ushul fiqh, fiqh, dan bahasa arab, Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis pada mushaf, mulai awal surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Nas.[3]

Sedangkan menurut Abu Syahbah, Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan baik lafadz maupun maknanya kepada nabi Muhammad SAW, diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (kesesuaiandengan apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW) serta ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Nas.[4]

Dari definisi di atas, maka kalam Allah yang diturunkan kepada selain Nabi Muhammad SAW, seperti Taurat, Zabur, Injil dan shuhuf Ibrohiim tidak dinamakan Al-Qur’an. Demikian halnya dengan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tetapi tidak dimasukkan ke dalam mush-haf, juga tidak dinamakan Al-Qur’an, tapi disebut hadits qudsi.

Belajar Al-Qur’an dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu membacanya sampai lancar dan baik menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam “qiro’a”t dan ilmu tajwid, belajar arti dan belajar menghafalnya di luar kepala, sebagaimana yang dikerjakan oleh sahabat di masa Rosulullah SAW, demikian pula pada masa tabi’in dan masa sekarang diseluruh Negeri Islam. Sesungguhnya menghafal Al-Qur’an berarti mengamalkan atas dasar banyak membaca, mengualang-ulang secara kontinyu materi hafalan tersebut pada siang dan malam sepanjang hayat. Ini pada hakekatnya merupakan suatu kemulyaan yang tidak diberikan kecuali hanya orang-orang pilihan yang relatif sedikit .

Menghafal Al-Qur’an bukanlah suatu pekerjaan mudah, tetapi bukan pula sesuatu hal yang tidak mungkin, sebab banyak yang menghafal Al-Qur’an sebagai upaya menyemarakkan “syiar” Al-Qur’an yang merupakan jaminan terhadap kemuliaan Al-Qur’an. Meskipun diyakini bahwa Al-Qur’an dipelihara Allah SWT namun hendaknya kita kaum muslimin jangan terpaku pada penafsiran secara harfiyah sehingga tidak melakukan apa-apa.

Salah satu cara untuk memlihara dan menjaga kekmurnian Al-Qur’an adalah menghafalnya, hal ini biasanya disebut dengan “tahfidzul alqur’an” yaitu dengan cara membuka hati orang-orang yang dikehendakinya dan menghafal Al-Qur’an sebagai usaha untuk menjadi orang-orang pilihan dan yang diamanati untuk menjaga dan memelihara kemurnian Al-Qur’an.

[1] Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit. h. 381

[2] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 49

[3] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 33

[4] Ibid. 32