Menu
Lets Bright Together!

Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Persfektif Islam

“Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Persfektif Islam”

oleh: Muhamad Dini Handoko

Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan. Berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa:
“Sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar akibat dari perilaku seks bebas”.

Suatu prestasi buruk yang sangat mencengangkan bagi setiap orang tua yang membacanya, dengan perkembangan zaman dan dunia teknologi yang terus berkembang, secara logika, angka-angka tersebut tidak mungkin mengalami penurunan, bisa jadi yang terjadi adalah angka-angka tersebut semakin bertambah. Ancaman pola hidup seks bebas remaja yang secara umum adalah pelajar yang tidak asing lagi dengan istilah pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas bukannya menurun, justru semakin meningkat.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 14-18 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Fakta lain yang terjadi di lapangan adalah “sekelompok siswa SMA di Situbondo dikabarkan menggelar arisan tak lazim. Disebut demikian karena arisan diadakan untuk keperluan pesta seks dengan cara membooking PSK”.
Pada dasarnya untuk mendefinisikan remaja sangat sulit karena terdapat banyak perbedaan, tinggal dari sudut pandang mana remaja didefinisikan. Namun yang umum terjadi remaja sering digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu remaja awal (pra pubertas), remaja madya (pubertas) dan remaja akhir (adolesen), dengan penggolongan umur yang masing-masing mempunyai perbedaan. Namun dalam banyak kasus yang menarik untuk di bahas adalah masa remaja awal (pra pubertas), yaitu berkisar antara umur 12-14 tahun. Karena pada masa ini dari ciri-ciri yang sangat terlihat adalah perubahan jasmani yang sangat cepat, yang menimbulkan kecemasan pada remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan kekhawatiran. Bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya.
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
Dalam banyak kasus, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi yang sehat. Dari sisi kesehatan, terlihat bahwa perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan karena halir dari hhubungan di luar nikah.
Orang tua manapun tentu selalu menginginkan anaknya menjadi anak yang baik. Anak adalah generasi yang diciptakan untuk kehidupan masa depan. Sepantasnyalah orang tua memberikan bekal berupa pendidikan yang menyeluruh, termasuk pendidikan seks. Orang tua dituntut memiliki kepekaan, keterampilan, dan pemahaman agar mampu memberi informasi dalam porsi tertentu, yang justru tidak membuat anak semakin bingung atau penasaran.
Orang tua bertanggung jawab terhadap keselamatan anaknya dalam menjalani tahapan-tahapan perkembangan fisik, emosional, intelektual, seksual, sosial dan lain- lain yang harus mereka lalui, dari anak-anak hingga dewasa. Tanggungjawab orang tua tidak hanya mencakup pada kebutuhan materi saja, tetapi sesungguhnya mencakup juga kepada seluruh aspek kehidupan anaknya, termasuk di dalamnya aspek pendidikan seksual, sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang berbunyi:

Artinya : Abu Hurairah RA, menceritakan, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda. Anak yang baru lahir adalah suci, bersih, maka ibu bapaknya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi”.
Hadits tersebut di atas menjelaskan bahwa orang tua adalah tempat pertama kali anak-anak menerima pendidikan sejak ia masih dalam kandungan anak-anak sudah mendapatkan perhatian dan pendidikan dari orang tuanya hingga ia lahir dan sampai dewasa. Pendidikan yang diberikan orang tua itu merupakan pembentuk dasar kepribadian anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang.
Sebagaimana dikatakan oleh Soelaiman Yosoef bahwa: “alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama kali dan yang penting, oleh karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia”.
Keluarga bukanlah hanya suatu kelompok kehidupan antara orang tua dan anak saja, tetapi juga menjadi arena di mana anak tersebut mendapatkan pendidikan, baik itu pendidikan jasmani maupun rohani.
Pemahaman dan pemilihan metode tentang pemberian pendidikan seksual yang tepat akan mengantarkan anak menjadi insan yang mampu menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan yang terlarang dan sadar akan ancaman dan peringatan dari perbuatan zina serta memiliki pegangan agama yang jelas, sehingga sangat jelas sekali peran orang tua dalam pendidikan seks bagi remaja.
Adapun jenis materi yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak remajanya, misalnya adalah memberikan pemahaman kepada mereka tentang perlunya memilih seorang teman dimasa mereka telah mempunyai kecenderungan untuk menyukai lawan jenis, memberikan pemahaman tentang perlunya membuat diri menjadi baik, karena hanya orang-orang yang bak yang akan memiliki pasangan yang baik. Mengajarkan mereka tentang hal-hal yang harus dijauhi dimasa remaja, yang dapat membawa mereka kejurang dosa, misalnya menjauhi masturbasi, menghindari teman-teman yang buruk dan selalu menjaga kesehatan terutama dibagian organ vital, misanya cara membersihkan bulu-bulu, atau rambut dan lain sebagainya. Serta tidak kalah pentingnya adalah menjelaskan kepada mereka tentang tanda-tanda baligh yang pasti terjadi pada setiap remaja. Jika hal ini telah disampaikan oleh kedua orang tuannya, maka harapan remaja untuk mendapatkan informasi yang benar tentang pendidikan seks akan terpenuhi.
“Peran orang tua dalam memberikan gambaran yang benar dan lurus, maka akan memberikan pendidikan yang jujur mengenai seks, hal ini sangat menentukan pribadi yang baik dan berpersepsi yang benar pada remaja. Karena remaja akan mempersepsikan apa yang dibicarakan dan didiskusikan orang tuanya. Oleh sebab itu, orang tua perlu hati-hati mengenai hal ini”.

Sebagai orang tua perlu untuk mengetahui apakah pendidikan seks itu, seberapa penting pendidikan seks bagi pendidikan anak-anaknya, dan bagaimana Islam mengajarkan tentang pendidikan seks buat umatnya, dan apa tujuan pendidikan seks dalam Islam dan yang lainnya. Mengapa dengan majunya dunia pendidikan dan teknologi, permasalahan ini bukanya dapat terselesaikan, atau minimal mengalami penurunan, namun justru ketimpangan yang terjadi, apakah hal ini karena memang pendidikan seks dalam keluarga tidak dijalankan oleh orang tua secara maksimal, padahal permasalahan yang terjadi pada remaja tersebut, sangat bertentangan dengan norma agama, karena hal itu terkait dengan dosa besar yang dilakukan oleh remaja.
Dengan munculnya permasalahan ini, dan fakta-fakta yang ada di lapangan yang telah penulis jelaskan di atas, penulis rasa permasalahan ini layak untuk dibahas, sehingga menjadikan penulis sangat tertarik untuk mengkaji tentang permasalahan peran orang tua dalam pendidikan seks bagi remaja menurut perspektif Islam.

Peran Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua menurut bahasa berasal dari kata “orang” yang artinya manusia(dalam arti khusus), dan “tua” yang artinya sudah lama hidup. Sedangkan H.M. Arifin mengatakan “orang tua sebagai pendidik pertama berada di lingkungan keluarga, guru sebagai pendidik berada dilingkungan sekolah yang fungsinya sebagai pembawa amanat orang tua anak dalam pendidikan”. Sedangkan menurut Wahjosumidjo yang dimaksud dengan orang tua adalah: “orang yang memiliki kewajiban memberikan nafkah dan mendidik anak-anaknya dalam keluarga”.
Penjelasan pengertian orang tua dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa orang tua adalah manusia yang lebih dewasa atau yang lebih tua yang berperan sebagai pemberi nafkah dalam keluarga dan pendidik pertama yang berada dilingkungan keluarga yang membina anak-anaknya agar menjadi orang yang berguna dan berilmu pengetahuan, sehingga mengenal apa yang ada di sekelilingnya.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Tugas Dan Tanggung Jawab Orang Tua
Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga ditunaikan melalui tindakan atau perbuatan yang mereka lakukan apakah itu perbuatan baik atau buruk dan harus menanggung segala akibat dari perbuatan yang telah dilakukan tersebut. Allah SWT berfirman :
Artinya :“…Setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya”. (Q.S. At-Tur; 21).
Zakiah Daradjat mengutip dari Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani mengemukakan bahwa :
“Di antara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akhad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian Al-Qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai “makhluk yang bertanggung jawab”.
Di dalam Islam, peran dan tanggung jawab orang tua terhadap anak memperoleh perhatian yang khusus, karena terkait dengan harapan terwujudnya generasi penerus yang sholeh dan sholehah dan ini akan dipertanggung jawabkan di dalam akhirat. Hal ini menjadi faktor yang menyebabkan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua di dalam keluarga.
“Anak-anak adalah manusia masa depan yang dilahirkan setiap ibu yang hitam putihnya adalah ditentukan oleh orang tua dalam mendidiknya. Oleh karena itu setiap anak berhak memperoleh hak-hak dari kedua orang tuanya untuk membentuk dirinya menjadi manusia tangguh dalam menghadapi hidup di masa depan”.

Sebagaimana dikatakan oleh Soelaiman Yosoef bahwa “alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama kali dan yang penting, oleh karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia”.
Jadi keluarga bukanlah hanya suatu kelompok kehidupan antara orang tua dan anak saja, tetapi juga menjadi arena di mana anak tersebut mendapatkan pendidikan, baik itu pendidikan jasmani maupun rohani, sebagaimana dinyatakan oleh M. Thalib bahwa setiap orang tua mempunyai kewajiban diantaranya :
1. Kewajiban kebutuhan materi, yaitu berupa makanan, tempat tinggal serta pakaian.
2. Kewajiban kebutuhan rohani yakni pendidikan”.
Faktor-faktor di atas sesungguhnya yang menjadi alasan setiap orang tua mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap anak terutama tugas dalam mendidik anak untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar.

3. Tugas Dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Mendidik Anak
Anak merupakan salah satu anugerah terbesar yang dikaruniakan Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Kehadiran seorang anak dalam sebuah rumah tangga akan menjadi generasi penerus keturunan dari orang tuanya.
Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat pernah berkata:

Artinya : ”Sesungguhnya, setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci (fithrah, Islam). Dan karena kedua orang tuanyalah, anak itu akan menjadi seorang yang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Penjelasan ini menegaskan bahwa sesungguhnya setiap anak yang dilahirkan itu laksana sebuah kertas putih yang polos dan bersih. Ia tidak mempunyai dosa dan kesalahan serta keburukan yang membuat kertas itu menjadi hitam. Namun, karena cara mendidik orang tuanya, karakter anak bisa berwarni-warni, berperangai buruk, tidak taat kepada kedua orang tuanya dan tidak mau berbakti kepada Allah SWT.
Menjadi tuntutan tugas bagi setiap orang tua dan tanggung jawabnya kepada anak-anaknya yang terbesar dan terpenting adalah tugas dalam mendidik anak, terutama memberikan kepada mereka tentang pendidikan agama, seperti mengajarkan kepada mereka untuk melaksanakan sholat. Allah berfirman:

Artinya :”Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”.( QS. Thoha : 132).
Dalam Al-Quran juga telah diterangkan tentang tata cara mendidik anak. Di antaranya adalah harus taat dan patuh kepada kedua orang tuanya, tidak menyekutukan Allah, tidak membantah perintah-Nya, tidak berbohong, dan sebagainya. Allah berfirman:

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. (QS. Al- isra’ : 23).

Ayat di atas menggambarkan bahwa di dalam Islam sesungguhnya telah dituntut setiap anak agar diajarkan untuk menyembah kepada Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua, dan hal ini akan mereka dapat dan mereka mengerti dari pendidikan yang diajarkan oleh orang tuanya sendiri di dalam keluarga dan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab setiap orang tua dalam mengarahkan dan mendidik anak-anaknya seperti apa yang diharapkan di dalam penjelasan ayat di atas.
Menurut kebanyakan pendidik, tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya secara hirarkis dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Tanggung jawab pendidikan iman.
b. Tanggung jawab pendidikan moral.
c. Tanggung jawab pendidikan fisik.
d. Tanggung jawab pendidikan rasio (nalar).
e. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan.
f. Tanggung jawab pendidikan sosial.
g. Tanggung jawab pendidikan seksual.

Jadi tanggung jawab atas pendidikan anak tentu harus diketahui dengan jelas dan pasti akan batas-batas tanggung jawab mereka, tentang tahapan-tahapannya yang sempurna dan tentang berbagai dimensi yang memiliki keterkaitan dengannya, sehingga mereka mampu menegakkan tanggung jawabnya dengan sempurna dan penuh makna.

4. Peran Orang Tua Dalam Mendidik Anak.
Disadari bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak atau peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Terlebih pendidikan terhadap anak, sebab anak yang merupakan pelanjut atau estafet keluarga dan regenerasi bangsa ini yang tentunya harus dibina dan memperoleh pendidikan yang layak dan baik.
Orang tua adalah guru pertama terhadap anak, sebab orang tua merupakan teladan utama bagi seorang anak. Anak dalam memperoleh pendidikan orang tua harus berperan aktif secara penuh. Terlebih peran orang tua mendidik anak berahklakul qarimah. Dengan adanya proses dan tahapan pendidikan yang baik terhadap anak seperti yang telah dijelaskan oleh Abdullah Nashih Ulwan di atas, otomatis akan berdampak baik pula kepada anak itu sendiri.
“Keteladanan dalam pendidikan merupakan bentuk yang terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spritual dan etos anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak, sehingga masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak”.

Dalam mendidik anak orang tua harus mengawasi jalannya pendidikan anak tidak cukup hanya dengan memberi nilai materil semata. Penekanan yang harus dilakukan oleh orang tua kepada pendidikan anak adalah mendidik anak dengan norma agama. “Baik buruknya seorang anak tergantung dari pada pendidikan orang tua, namun sesungguhnya sifat dasar yang ada pada diri manusia adalah cenderung kepada kebenaran, karena manusia diciptakan sebagai makhluk pencari kebenaran”.
Pendidikan agama terhadap anak adalah sesuatu yang sangat penting, sebab pendidikan agama merupakan fondasi utama dalam membentuk keperibadian anak dan mengarahkannya kepada kebenaran. Misalnya mendidik anak agar mudah memafkan kesalahan orang lain dan memilih teman dalam bergaul. Allah berfirman:

Artinya: “Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.(QS. Al-A’raf : 199)
Apa sebab pendidikan agama sangat penting bagi anak, melihat saat ini hidup di era globalisasi yang serba instan terutama media komunikasi dan informasi, yang dalam perkembangannya saat ini sangat rentan yang kecenderungannya dapat mempengaruhi pembentukan keperibadian anak ke arah yang tidak baik.
“Diantara faktor yang menyebabkan kenakalan anak-anak dan dorongan untuk melakukan perbuatan jahat dan dosa, adalah film-film cerita kriminal dan porno yang mereka lihat di gedung-gedung bioskop, televisi, majalah dan buku-buku cerita cabul yang mereka baca”.
Tugas utama yang harus dilakukan orang tua adalah mengawasi dan memfilter media yang baik kepada anak, agar anak tidak mudah mengikuti arus globalisasi. Kemajuan teknologi informasi yang ada tidak harus dihindari. Tetapi sebagai orang tua harus benar-benar mengawasi anaknya dalam menggunakan teknologi yang ada. Dalam peranan orang tua terhadap kewajibannya mendidik anak, Abdullah Nashih Ulwan mempunyai metode dalam mendidik anak yaitu:
a. Pendidikan dengan keteladanan.
b. Pendidkan dengan adat kebiasaan.
c. Pendidikan dengan nasehat.
d. Pendidikan dengan memberikan perhatian.
e. Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Keberhasilan seorang anak sangant tergantung dengan bagaimana peran dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik mereka, terutama pendidikan agama dan pembinaan mentalitas anak harus di utamakan sebelum memberikan pendidikan yang lain, agar anak tidak cepat mengikuti hal-hal yang kurang baik dari perkembangan zaman yang ada. Pendidikan agama kepada anak secara continue harus terus dilakukan, agar kelak anak-anak dapat menjadi teladan bagi keluarga, masyarakat dan bangsa ini.
“dengan demkian, maka sudah seharusnya jika kedua orang tua yang pertama kali dan yang terakhir bertanggung jawab mendidk anak dengan keimanan, moral, pembentukan kematangan akal, keseimbangan psikis, dan mengarahkannya untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat serta kebudayaan yang berguna dan beragam”.
Demikianlah peranan orang tua yang begitu besar terhadap pendidikan anaknya, sebagai pendidik yang pertama kali dan yang terakhir, satu-satunya orang tua yang mempunyai beban tanggung jawab utama dalam mengarahkan pendidikan anaknya untuk menjadi anak yang mempunyai kepribadian yang baik, serta memiliki keimanan, akhlak dan keseimbangan psikis, dengan bekal ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan.

Pendidikan Seks Bagi Remaja
1. Pengertian Pendidikan Seks
Terdapat bermacam-macam pengertian pendidikan seks, yaitu:
a. Berkaitan dengan masalah seksual, tidak sedikit masyarakat yang berpandangan bahwa seks bukanlah proiritas penting dalam berumah tangga, yang penting adalah cinta, karena banyak yang menganggap bahwa seks adalah sesuatu yang jorok, kotor atau hal-hal lain yang berkonotasi buruk”.
b. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan.
c. Pendidikan seks adalah pendidikan yang berhubungan dengan perubahan fisik dan biologis yang dialami oleh anak.
d. Pendidikan seks menurut Islam adalah upaya pengajaran dan penerapan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak Islami serta menutup segala kemungkinan kearah hubungan seksual terlarang (zina).
Pada hal ini pembahasan pendidikan seks yang sesuai yaitu melatih umat Islam, terutama anak-anak dan remaja agar menyadari bahwa kebutuhan atau kegiatan seksual perlu dipenuhi secara baik dan halal.
2. Pendidikan Seks Pada Remaja Awal (Usia 12 – 14 Tahun)
Pada dasarnya pendidikan seks dapat dimulai sejak dini, karena pendidikan seks tidak hanya mencakup pada pertanyaan dan jawaban belaka. Contoh teladan, pembiasaan akhlak yang baik, penghargaan terhadap anggota tubuh, menanamkan rasa malu bila aurat terlihat orang lain ataupun malu melihat aurat orang lain dan lain sebaginya, termasuk pendidikan seks bagi anak-anak perlu ditanamkan dalam diri anak sejak dini, diantaranya dengan cara:
a. Memisahkan tempat tidur anak perempuan dan laki-laki umur 10 tahun.
b. Mengajarkan mereka meminta izin ketika memasuki kamar orangtuanya. Terutama dalam tiga waktu: sebelum shalat fajar, waktu Zhuhur dan setelah shalat Isya.
Berdasarnya penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa sedini mungkin anak harus sudah dibiasakan untuk dipisahkan tempat tidurnya dengan orang tuanya, dan dengan saudaranya yang berbeda jenis kelaminnya. Di samping itu, membiasakan anak untuk selalu meminta izin kepada kedua orang tuanya, sebelum melakukan aktivitas, terlebih ketika hendak memasuki kamar orang tuanya, yaitu pada waktu sebelum subuh, setelah zuhur dan setelah isya.
Sedangkan menurut Akram Ridho Mursy pendidikan seks pada fase remaja awal yaitu rentang umur antara 10 sampai dengan 14 tahun yang masuk pada fase Murahaqah (pubertas). Pada tahap umur ini, anak harus diberikan penjelasan mengenai fungsi biologis secara ilmiah, batas aurat, kesopanan, akhlak pergaulan laki-laki dan menjaga kesopanan serta harga diri. Pada masa ini anak sebaiknya dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual, seperti bioskop, buku-buku porno, buku-buku yang memperlihatkan perempuan-perempuan yang berpakaian mini dan sebagainya.
Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian pendidikan seks kepada anak pada fase murahaqah atau pada remaja awal, bukan hanya memberikan penjelasan tentang fungsi biologis dan akhlak dalam pergaulan saja, namun lebih jauh, harus ada pengawasan dan peran aktif dari kedua orang tua, dalam pergaulan yang dialami anak remajanya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melihat dengan siapa anak remajanya bergaul, menjauhkan anak remajanya dari berbagai rangsangan seksual, misalnya tayangan film yang ditontonya, buku-buku yang dibaca, sebisa mungkin harus dijauhkan dari hal-hal yang berkaitan dengan rangsangan yang mengundang syahwat dan bebau pornografi.

3. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja Awal (Usia 12-14 Tahun)
Kecenderungan seksual adalah salah satu insting paling sensitif di antara sifat dasar manusia. Pada kenyataannya, inilah insting yang memiliki daya bangun yang paling tinggi bagi ras manusia. Juga membawa dampak yang positif dan negatif bagi kehidupannya, baik secara prikologis (kejiwaan) maupun fisiologis (hayati). Banyak diantara tindakan manusia dan penyebab dari beberapa penyakit secara fisik dan fisiologis dapat menisbatkan pada insting ini.
Hal ini sangat berbahaya sekali bagi kalangan remaja jika orang tua tidak mampu memberikan pendidikan seks yang baik kepada anaknya, melihat usia remaja merupakan usia dimana waktu remaja mencari jati dirinya. Jika orang tua tidak dapat mengarahkan dengan baik, terutama dalam hal pendidikan seks, dampak yang sangat mungkin ditimbulkan adalah seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu terkena penyakit fisik dan psikologis bahkan sosiologis, seperti yang dikemukakan oleh Untung Sentosa bahwa: “penyakit sosial tertua dalam peradaban manusia (prostitusi) bersumber dari kebutuhan manusia akan seks”.
Jika aspek pendidikan individual berlangsung secara tepat dan bijak, maka kecenderungan seksual dapat menjadi sebuah anugerah bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. Akan tetapi jika aspek pendidikan berada dalam atmosfir (suasana) yang dipenuhi hawa nafsu, birahi, dan keberlebih-lebihan, maka dalam semua kemungkinannya, kecenderungan seksual sangat mungkin menjadi penyebab bagi banyak kelainan fisik dan psikologis, yang pada gilirannya akan menjadi penyebab nyata bagi kehancuran akhir seseorang dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat kelak. Terlebih dalam dunia modern saat ini ditunjang dengan adanya peran media yang tidak dapat dihindarkan memberikan sumbangsih tentang kemudahan bagi remaja untuk mengenal seks yang membawa aspek pendidikan berada dalam suasana yang dipenuhi hawa nafsu, birahi, dan keberlebih-lebihan.
“Seks di abad ini telah dikemas dalam berbagai media, mulai dari media cetak, audio visual, sampai kelompok eksklusif yang kegiatan utamanya adalah menyelenggarakan berbagai acara berbau seks”.
Artinya adalah, pernyataan di atas, merupakan sebuah fakta yang tidak bisa dihindari keberadaannya, karena eksploitasi besar-besaran tentang seks ini kemudian memunculkan imaji yang kurang bak tentang seks. Sehngga tidaklah mengherankan jika kemudian sebagian orang lebih memilih tidak membahas permasalahan ini lebih lanjut. Permasalahan seks harus ditutup rapat, dan membicarakan serta mendiskusikannya adalah hal yang tabu. Namun ini bukanlah sebuah solusi, karena bagaimanapun pendidikan tentang seks harus diberikan kepada anak, agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang oleh hukum agama dan hukum negara.
Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggung jawab yang ada padanya, halal dan haram berkaitan dengan organ seks serta panduan menghindari penyimpangan dalam prilaku seksual mereka sejak dini.
Di sisi lain, pada reja awal yang mungkin belum memasuki usia baligh ataupun yang sudah memasuki usia baligh, banyak di antara mereka yang belum tau dan belum mengerti tentang tanda-tanda baligh serta konsekuwensi hukumnya, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Seperti yang dikemukakan Abdullah Nashih Ulwan. Beliau menyatakan bahwa:
“sering kita mendengar anak-anak gadis yang bertahun-tahun berada dalam keadaan tidak suci karena mereka tidak mengetahui hukum berkaitan dengan haid dan jinabah. Sering kit mendengar anak laki-laki yang sudah mencapai usia remaja, dalam kondisi jinabah sering mereka tidak mengetahui hukum yang timbul akibat adanya mimpi dan jinabah. Mungkin saja anak gadis dan pemuda itu mendirikan shalat dalam keadaan jinabah, sementara keduanya mengira bahwa mereka telah menunaikan hak ketaatan dan ibadah”.
Jika melihat penjelasan di atas, bahwa kejadian yang seharusnya tidak terjadi pada para remaja, jika orang tua, sejak dini telah mengenalkan hukum-hukum seputar pendidikan seks kepada para remajanya, sebelum memasuki usia baligh.
“Islam memberikan beban kepada kedua orang tua untuk berterus terang kepada anak dalam urusan yang penting seperti ini, sehingga mereka senantiasa memiliki kesadaran yang sempurna dan pemahaman yang mendalam berkenaan dengan segala yang terkait dengan kehidupan seksual dan kecenderungan birahi mereka. Serta segala implikasi kewajiban agama dan beban syari’at”.

Jika melihat dari penjelasan di atas, tentunya sudah sangat jelas apa yang harus dilakukan oleh kedua orang tua, dalam memberikan pendidikan seks kepada para remaja, sebelum mereka memasuki masa baliqh. Sehingga hal ini menjadi point penting mengapa pendidikan seks sangat diperlukan oleh anak pada usia remaja awal.

Cara Memberikan Pendidikan Seks Pada Remaja Awal Dalam Islam.
Ketika kalangan seksolog menegaskan pentingnya pendidikan seks sejak usia muda sebenarnya Islam telah mendahuluinya sejak 14 abad lalu, hanya saja adab dan etika yang diajarkan Islam membuat tampilan pendidikan terkadang sangat berbeda.
Umumnya kalangan seksolog memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan yang mengandung unsur syahwat kepada anak-anak untuk menjelaskan tentang seks secara bertahap sesuai perkembangan otak mereka. Sementara Islam memandangnya secara lebih luas, dengan melalui salah satu media terpenting dalam memberikan pendidikan seks yaitu pelajaran fiqih praktis.
“Para pendidik agar melaksanakan kewajiban memberikan pelajaran tentang seksual kepada anak-anak, sebab syari’at telah mewajibkan kepada kita untuk menjelaskan hakikat-hakikat itu kepada mereka, sehingga meraka tidak terjerat perbuatan dosa”
Pelajaran dasar fiqih praktis, secara bertahap anak sudah harus diajarkan tentang seks. Contohnya saat menjelaskan tentang najis, harus memberitahukan apa itu air seni, apa itu madzi, mani dan lainnya. Dengan bahasa yang baik dan benar, semua istilah harus dijelaskan sesuai dengan kemampuan nalar dan tingkat intelejensinya. Menyembunyikan makna kata-kata tersebut justru berakibat fatal. Karena mereka bisa saja menanyakanya kepada orang yang belum mampu menjelaskan secara santun, misalnya bertanya kepada kakaknya atau temannya yang lebih besar.
Bertambah umur mereka mulai diajarkan tentang khitan, tentang disyariatkannya khitan dan lain sebagainya. Saat itu anak harus dijelaskan secara bijak tentang organ reproduksi bagi lelaki dan wanita, serta perbedaan keduanya. Beranjak lebih besar, mereka di perkenalkan dengan kata Jimma’(berhubungan badan). Misalnya saat menjelaskan tentang pembatal-pembatal wudhu, tentang hadas besar dan sejenisnya. Pendidik juga harus menjelaskan kepada mereka bahaya perbuatan zina, seks bebas dan lainya. Semua rangkaian pembahasan fiqih berkaitan dengan berbagai persoalan seksual baik secara langsung ataupun tidak langsung harus disampaikan. Sehingga dengan ini diharapkan bahwa orang yang Allah inginkan untuk menjadi baik, pasti akan Allah jadikan ia orang yang mempunyai pemahaman mendalam terhadap agama Islam.

Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan dari penelitian ini adalah bahwa orang tua mempunyai peranan yang sangat signifikan dan tanggung jawab tertinggi dalam mengarahkan anak remajanya mengetahui tentang seks.
Hal ini disebabkan karena tidak terdapat alternatif lain bahwa orang tua wajib mengetahui cara mendidik dalam hal pendidikan seks, dan tidak lagi menganggap pendidikan seks merupakan hal yang tabu, dengan harapan setiap orang tua dapat mengarahkan bagaimana pentingnya pendidikan seks kepada anak remajanya, dengan satu alasan agar anak mengetahui perihal seks dari jalan yang benar.
Sejak awal kehadirannya, Islam telah memberikan solusi dan cara bagaimana orang tua mendidik anak tentang seks, dengan tata bahasa yang lebih sopan dan tidak fulgar, sehingga orang tua lebih mudah menyampaikannya kepada anak remajanya, dan Islam mengajarkan tentang pendidikan seks bukan saja setelah anak mencapai usia baliqh, namun sejak dari usia anak-anak yaitu melalui pelajaran fiqh Islam. Pentingnya menyampaikan pendidikan seks ini agar anak remaja tidak terjerumus ke dalam hal yang diharamkan dalam Islam seperti kebanyakan kasus yang terjadi saat ini.

#sahabatkeluarga